Rabu, 05 Oktober 2011

Pemerintah Akan Permudah Pencairan Dana BOS

 Depok - Kota Yogyakarta dan Bantul terpilih menerima penghargaan sebagai daerah yang menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tercepat. Selain itu penghargaan serupa juga diberikan pada Kabupaten Purbalingga, Tulungagung, Balikpapan dan Purworejo. Demikian disampaikan Plt Dirjen Pendidikan Dasar Suyanto kepada wartawan di Pusdiklat Sawangan Depok Kamis (16/3). Suyanto menjelaskan pemerintah pusat akan memperlonggar persyaratan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Kemendiknas bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mempersiapkan surat keputusan bersama untuk mensederhanakan persyaratan dokumen mengenai pencairan dana BOS ke sekolah di daerah. Penyederhanaan itu menyangkut Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) yang dibuat oleh sekolah. Penyederhanaan kedua yaitu laporan pertanggung jawaban penyelenggaraan anggaran dan program sebagai syarat turunnya anggaran ke daerah di triwulan kedua dapat dibuat di akhir Mei. “Kami akan sederhanakan keduanya, Keputusan resminya akan dikeluarkan segera,” lanjutnya. Suyanto menyatakan, walaupun ada masalah di APBD, namun banyak daerah yang mencairkan dana sesuai aturan. Dirinya mencontohkan, Nganjuk paling awal mencairkan dana BOS lalu Tulung Agung pada 25 Januari. Selain itu Probolinggo pada 1 Februari selanjutnya Klaten cair pada 28 Februari. “Uang ke daerah cair pada 19 Januari seharusnya daerah mencairkan ke sekolah tujuh hari sesudah uang masuk,” ungkapnya. Penyederhanaan kedua dokumen diatas akan diterapkan tahun depan. Sementara itu beberapa guru yang diwawancarai via telepon menyebut akibat keterlambatan penyaluran dana BOS, sekolah terpaksa mengutang untuk menutupi biaya operasional sekolah. Ada yang meminjam dari koperasi, guru, tabungan siswa atau dinas pendidikan. (krjogya.com)

sumber:

Pajak Dana BOS

PADA kesempatan lalu kita telah membahas kewajiban perpajakan penggunaan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk pengeluaran alat tulis kantor (ATK) .
Dalam kesempatan ini akan dilanjutkan kewajiban perpajakan untuk pengeluaran-pengeluaran dana BOS yang lain. I. Kewajiban pajak untuk pengadaan buku pelajaran pokok dan buku penunjang untuk perpustakaan adalah sebagai berikut: A.Bagi bendaharawan/ pengelola dana BOS pada sekolah negeri kewajiban perpajakannya adalah: 1) Memungut PPh Pasal 22 sebesar 1, 5 persen dari nilai pembelian, tidak termasuk PPN dan menyetorkannya ke kas negara.
Dalam hal nilai pembelian tersebut tidak melebihi jumlah Rp1 juta dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah maka atas pengadaan atau pembelian barang tersebut tidak dipotong/dipungut PPh Pasal 22. 2) Atas pembelian bukubuku pelajaran umum,kitab suci,dan buku-buku pelajaran agama, PPN terutang dibebaskan. 3) Mengawasi agar pemenuhan kewajiban bea meterai berkaitan dengan dokumendokumen, seperti kontrak, invoice, atau bukti pengeluaran uang (kuitansi) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
B.Kewajiban perpajakan bagi bendaharawan/pengelola dana BOS pada sekolah bukan negeri atau pesantren salafiyahadalah: 1) Tidak mempunyai kewajiban memungut PPh Pasal 22 karena tidak termasuk sebagai pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22. 2) Atas pembelian buku-buku pelajaran umum,kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, PPN terutang dibebaskan. 3) Mengawasi agar pemenuhan kewajiban bea meterai berkaitan dengan dokumendokumen seperti kontrak, invoice, atau bukti pengeluaran uang (kuitansi) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.
II. Kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS, baik pada sekolah negeri, sekolah swasta maupun pesantren salafiyah, dialihkan untuk membayar honor tukang bangunan atau tukang kebun yang melaksanakan kegiatan pemeliharaan atau perawatan sekolah.
Semua bendaharawan/ penanggung jawab dana BOS di masing-masing unit penerima dana BOS harus memotong PPh Pasal 21 dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1, 1 juta, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
2)Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima tidak melebihi Rp110.000, namun jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1, 1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1, 1 juta harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.
3)Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110.000 dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan belum melebihi Rp1, 1 juta maka harus dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5 persen dari jumlah upah harian atau rata-rata upah harian di atas Rp110 ribu.
4)Jika upah harian atau rata-rata upah harian yang diterima lebih dari Rp110 ribu dan jumlah seluruh upah yang diterima dalam bulan takwim yang bersangkutan telah melebihi Rp1, 1 juta, maka pada saat jumlah seluruh upah telah melebihi Rp1, 1 juta, harus dihitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong dengan menerapkan tarif 5 persen atas jumlah bruto upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya

Sumber: http://simbos.web.id/berita-bos/pajak-dana-bos/